Renungan

Displaying items by tag: renungan

Dalam percakapan dengan Nikodemus, Yesus berkata: “Janganlah engkau heran, karena Aku berkata kepadamu: Kamu harus dilahirkan kembali. Angin bertiup ke mana ia mau, dan engkau mendengar bunyinya, tetapi engkau tidak tahu dari mana ia datang atau ke mana ia pergi. Demikianlah halnya dengan tiap-tiap orang yang lahir dari Roh." Nikodemus menjawab, katanya: "Bagaimanakah mungkin hal itu terjadi?" Jawab Yesus: "Engkau adalah pengajar Israel, dan engkau tidak mengerti hal-hal itu? Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kami berkata-kata tentang apa yang kami ketahui dan kami bersaksi tentang apa yang kami lihat, tetapi kamu tidak menerima kesaksian kami. Kamu tidak percaya, waktu Aku berkata-kata dengan kamu tentang hal-hal duniawi, bagaimana kamu akan percaya, kalau Aku berkata-kata dengan kamu tentang hal-hal sorgawi? Tidak ada seorangpun yang telah naik ke sorga, selain dari pada Dia yang telah turun dari sorga, yaitu Anak Manusia. Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya beroleh hidup yang kekal.

REFLKESI

Figure Nikodemus ditampilkan juga dalam masa Paska ini karena figure ini memberikan kita contoh bagaimana hidup dan berkarya sebagai pengikut dan abdi Tuhan. Di mata orang Yahudi, Nikodemus merupakan seorang figure panutan karena dia adalah seorang pengajar agama Yahudi dari golongan Farisi. Dengan peran demikian ditambah kepribadiannya yang menawan tentu saja membuat dia menjadi figure panutan di kalangan hidup sosial kemasyarakatan.

Meskipun demikian segala atribut itu tidak membuat Nikodemus hanyut dalam segala ‘kebesarannya’. Rasa ingin tahu hal kebenaran sejati disertai sikap rendah hati dan keterbukaan hatinya menuntun dia bertemu dengan Yesus, Putra Allah dan belajar kebenaran dan nilai-nilai sejati dari Yesus, Sang Sabda yang hidup.

Benar bahwa Nikodemus juga terlihat masih terperangkap dalam pola pikirnya mengenai hidup sesuai pola pikir bangsanya sebagaimana dilukiskan dalam bacaan Injil di atas. Inilah yang membuat dia mengalami ‘kegelapan’ dalam dirinya sehingga tidak bisa melihat terang kebenaran yang sesungguhnya. Namun Nikodemus tidak mau menyerah begitu dia. Sikap kerendahan hati dan keterbukaan yang tulus dari dalam dirinya di hadapan Tuhan menghantar dia dicerahi oleh kebenaran yang disampaikan Tuhan kepadanya. Dengan demikian kegelapan iman yang dialaminya kebenaran sejati berubah menjadi suatu moment pencerahan dan kemudian menginspirasi dia menjadi saksi kebenaran akan hidup dan kebangkitan Tuhan. Inilah yang membuat Nikodemus menjadi ‘MURID PLUS’ YESUS.

Kisah Nikodemus ini kiranya menjadi inspirasi bagi kita agar tidak mudah menyerah dengan kegelapan hidup yang kita alami dalam hidup dan pengabdian kita. Pengalaman gelap hendaknya menjadi kesempatan emas bagi kita untuk belajar nilai-nilai plus di balik pengalaman itu sehingga membuat kita menjadi pengikut-pengikut Tuhan yang punya nilai plus juga seperti Nikodemus. Tentunya sikap rendah hati dan keterbukaan hati mendengarkan tuntunan Tuhan seperti Nikodemus menjadi kunci bagaimana kita bisa mengubah masa gelap menjadi momen pencerahan bagi kita. Semakin mengalami pengalaman-pengalaman seperti ini kita, iman kita akan Tuhan semakin dimatangkan, pemahaman kita akan kebenaran dan nilai-nilai sejati semakin luas. Hal-hal mulia dan sejati yang didapatkan dari pengalaman bersama Tuhan menjadi terang dan kebenaran dari dalam diri serta kekuatan yang menggerakkan dan memampukan hidup dan kesaksian kita sebagai murid dan saksi Tuhan.

Mari kita belajar dari Nikodemus sehingga kita pun menjadi MURID & SAKSI PLUS Tuhan akan segala kebesaranNya dalam hidup dan kesaksian kita sebagai abdi-abdi Tuhan, Sang Kebenaran sejati.
Tuhan memberkati kita sekalian.

Oleh : P. Marcellines Nahas, SVD
di Komunitas St. Yosep Freinademetz Labuan Bajo

Sumber inspirasi Injil Yohanes 3: 7-15

 

Published in Renungan
Sunday, 08 April 2018 13:33

Orang Asing di Tanah Kelahiran

PADA 19 April-14 Mei 1998 berlangsung Sinode Para Uskup Khusus untuk Asia di Roma. Hari pertama, seusai doa dan renungan pagi, Sri Paus waktu itu, Yohanes Paulus II, berdiri dan berkata dengan lantang kepada peserta Sinode: “Jangan lupa, Yesus itu orang Asia!”

Hari-hari berikutnya beredarlah di kalangan para Uskup peserta Sinode anekdot berikut: Ya, benar, Yesus itu orang Asia. Ia lahir di Asia. Orangtuanya asal Asia. Ia mewarisi budaya Asia. Tetapi kemudian Dia merantau ke Barat. Dan setelah besar di Barat, Ia pulang kampung. Namun, orang-orang sekampung-Nya tak lagi mengenal Dia. Ia dianggap orang asing!

Saudari-saudara, anekdot itu menggambarkan situasi kekristenan sampai saat ini di Asia, tempat kelahiran kekristenan itu sendiri. Kecuali di Filipina dan Timor Leste, di negara Asia lainnya pengikut Kristus merupakan minoritas mutlak; bahkan di sejumlah negara, kekristenan hampir tidak dikenal; dan di sejumlah negara lainnya, termasuk Indonesia, kekristenan sering dicap sebagai agama penjajah.

Ini situasi yang ironis dan sangat memprihatinkan. Padahal Kristus, sebelum naik ke surga, memerintahkan para murid-Nya pergi ke seluruh dunia untuk mewartakan Injil, dan menjadikan semua bangsa murid-Nya.

Apa yang secara konkret dewasa ini harus dibuat agar Yesus Kristus dikenal dan diterima kembali di kampung halamannya? Sejak 1970-an para Uskup yang tergabung dalam Federasi Uskup-uskup Asia (Federation of Asian Bishops Conferences/FABC) mencanangkan upaya tri-dialog: dialog dengan budaya-budaya Asia, dialog dengan agama-agama di Asia, dan dialog dengan penduduk Asia, khususnya kaum miskin.

Pertama, dialog dengan budaya-budaya Asia, harus bermuara pada berakarnya Gereja pada budaya, setempat melalui proses inkulturasi. Diharapkan pada akhirnya terbentuklah komunitas Kristiani khas setempat, tak hanya dalam pengungkapan lahiriah (misal bentuk-bentuk liturgi atau ibadat), melainkan juga dalam refleksi iman (teologi) serta sikap dasar dan praksis iman (spiritualitas).

Dalam bidang liturgi banyak usaha diupayakan di pelbagai tempat di Asia dan membuahkan hasil yang menggembirakan. Dalam bidang teologi disebut Koloquium Teologi tingkat Asia, yang diselenggarakan OTC-FABC (semacam Komisi Teologi FABC) di Sampran, Thailand, 11-15 Mei 2004. Tema Koloquium Teologi itu ialah “Asian Faces of Christ”, ‘Wajah-wajah Asia dari Kristus’. Titik-tolak yang diambil ialah pertanyaan Yesus dalam Injil hari ini: “Menurut kamu (orang Asia), siapakah Aku ini?” Kita berharap, refleksi teologis inkulturatif ini terus-menerus dikembangkan. Apabila upaya inkulturatif di bidang pengungkapan eksternal dan refleksi teologis berjalan dengan baik, pada akhirnya lahirlah spiritualitas Kristiani khas setempat.

Kedua, dialog dengan agama-agama non-Kristiani di Asia. Hal ini akan membuat para pihak yang terlibat dalam dialog semakin saling mengenal dan memahami satu sama lain; selanjutnya semakin bertumbuh semangat saling menghargai, dan bahkan saling memperkaya.

Ketiga, dialog dengan saudari-saudara kita, sesama orang Asia, khususnya mereka yang miskin. Di sini kita harus selalu ingat pesan Paus Fransiskus; orang Katolik harus keluar dari zona aman mereka, dan melibatkan diri bersama dengan saudari-saudaranya dari golongan lain, dalam pergulatan membangun sebuah dunia yang lebih baik, lebih damai, lebih bersaudara.

Sampai pada titik ini barangkali dengan gemas kita bertanya, apa hubungan antara tugas mewartakan Kristus dengan gerakan tri-dialog ini? Dalam bahasa Latin ada pepatah, Magis exemplo quam verbo, versi Inggrisnya berbunyi: “Actions speak louder than words”, ‘tindakan berbicara lebih nyaring daripada kata-kata’. Dewasa ini, pewartaan lewat kesaksian hidup dapat lebih ampuh daripada lewat kata-kata. Tentu saja itu tak berarti pewartaan lewat kata-kata tidak dibutuhkan lagi.

Kecuali itu, tak pernah boleh melupakan bahwa kita hanyalah alat dalam tangan Tuhan. Adalah Kristus sendiri yang terus berkarya lewat Roh-Nya dengan menggunakan kita sebagai alat-Nya. Kita berdoa semoga semakin banyak orang Asia yang mengenal Yesus dan akhirnya sampai pada keyakinan seperti Simon Petrus, orang Asia pertama yang mengakui: “Engkau adalah Mesias, Putra Allah yang hidup!”

Mgr Johannes Liku Ada

Published in Renungan
Sunday, 08 April 2018 13:20

Upah Kerajaan Allah

DUNIA terus saja terusik dengan masalah lapangan kerja. Ada pengangguran cukup masif di berbagai belahan dunia. Akibatnya berbagai upaya peningkatan kesejahteraan hidup umat manusia belum membuahkan hasil sesuai harapan. Benar, tanpa lapangan kerja yang memadai dengan sistem penggajian atau upah yang adil, manusia menghadapi ancaman nyata dan serius untuk terbebas dari kondisi kehidupan yang sulit. Bahkan orang-orang dengan sederet ijazah kesarjanaan dari berbagai lembaga pendidikan ternama pun mengalami kendala di pasar lapangan kerja. Ijazah yang diberikan kepada mereka rasanya tidak lebih dari secarik kertas yang tidak banyak membantu, sia-sia. Persoalan menjadi lebih pelik di kalangan angkatan kerja kurang terdidik dan kurang terampil. Dunia kapitalistik yang menggunakan indikator materialistik dan kalkulasi matematis  mengukur kinerja kehidupan manusia, menjadikan mereka sebagai golongan terbuang yang makin terdepak ke pinggiran kehidupan.

Pengangguran masif yang melanda ratusan bahkan ribuan juta umat manusia sungguh mencemaskan, karena terkait langsung dengan perwujudan hidup yang penuh makna, hidup yang sempurna dan berkelimpahan di dalam Allah. Banyak pengangguran menjerit dan merintih di kedalaman hatinya, karena dirinya terasa tercabik dan tercampak seperti onggokan sampah tanpa makna.

Apakah Tuhan berdiam diri saja dan tidak menghiraukan rintihan terdalam hidup manusia? Ternyata Tuhan itu perancang dan organisator mahapiawai atas kehidupan yang sempurna dan utuh. Para pengangguran yang kelihatan santai tetapi sebetulnya digerogoti rasa cemas dalam hati, dipanggil dan diundang-Nya untuk masuk dan bekerja di kebun anggur-Nya. Tidak peduli dengan jam kerja standar yang diberlakukan para konglomerat dan pembesar dunia secara kasar, menindas dan umumnya tidak berkeadilan, Tuhan justru memperlakukan dan membayar semua pekerja dengan upah yang sama. Ukurannya bukan berapa yang harus dikerjakan dan dihasilkan, yang diimbali dengan berapa yang harus dibayar, tetapi apa yang paling pantas untuk menunjang kehidupan yang paling layak bagi setiap orang. Inilah makna “upah Kerajaan Allah” yang berlandaskan kasih dan kemurahan hati.

Kerajaan Allah yang intinya adalah panggilan dan undangan cinta kasih Allah bagi manusia untuk masuk dalam hidup yang membahagiakan, berarti pula pemberian kesempatan bagi setiap orang dari segala zaman dan segala penjuru dunia untuk menikmati kasih dan kebaikan Allah dalam hidup, di setiap detik kehidupan. Selalu ada yang terdahulu dan ada yang kemudian. Tetapi, semua orang diperlakukan Allah dengan cinta, perhatian, dan kebaikan yang sama. Demi keselamatan manusia, Allah tidak pilih kasih dan tidak mengenal preferensi. Dia berkehendak agar semua orang diselamatkan tanpa ada yang tercecer, terbuang, dan terjerumus dalam kebinasaan.

Kerajaan Allah bukan soal makanan, minuman, dan soal upah-mengupah dengan aturan formal-legal tetapi soal kebenaran, damai-sejahtera, sukacita, dan ikatan kasih dalam Roh Kudus. St Paulus dengan tegas, lantang, dan bangga berkata: “Upahku ialah aku boleh bekerja tanpa upah.” Tuhan Yesus pun berkata: “Janganlah kamu bersukacita karena iblis jatuh dari langit dan takluk kepadamu, tetapi bersukacitalah terutama karena namamu tercatat dalam kerajaan surga.”

Dunia seringkali tidak mengalami keadilan dan sukacita sejati karena terbelenggu dalam pemahaman yang semata-mata materialistis bermotifkan segala perhitungan duniawi. Tuhan mengajak kita untuk sadar bahwa cinta kasih dan kemurahan hati-Nya jauh lebih agung dari setiap sukses dan prestasi yang mungkin kita ukir dalam kehidupan ini.

Kita tidak selamat karena jasa dan keberhasilan kita yang sering dibayang-bayangi kalkulasi materialistis dan ekonomi kapitalistis. Tuhan menyelamatkan kita, membayar upah “pekerjaan” kita karena Ia sungguh Mahabaik, Mahapengasih dan Mahamurah. Setiap disposisi iman kita, betapapun kecil dan serba kurang, selalu dihargai-Nya secara berlimpah-limpah. Upah yang dibayarnya selalu satu dinar, yaitu kelimpahan hidup yang cukup selama hidup di dunia ini dan sukacita kekal yang akan langgeng dalam kehidupan abadi kelak.

Tuhan memanggil kita untuk bertobat dan berkebajikan dalam tugas hidup dan pelayanan kita setiap hari. Semoga kita makin sadar untuk masuk dan berkarya di kebun anggur Tuhan sebelum terlambat. Niscaya kitapun akan menerima upah besar di dalam Kerajaan-Nya yaitu sukacita sejati dan kehidupan kekal di surga.

Mgr Dominikus Saku

Published in Renungan
Sunday, 08 April 2018 12:42

Spiritualitas Ingkar Diri

BARANGKALI spiritualitas “ingkar diri” tidak laku lagi di pasar hidup generasi milenium ini, tapi hemat penulis ini mestinya tetap harus relevan bagi seorang murid Yesus Kristus. Hal ini terutama ketika harus bergulat dengan kecenderungan “ingat diri”, maka dia akan merasakan ketegangan batiniah yang menguji kemuridannya pada Kristus Tuhan. Firman Tuhan hari Minggu ini menantang sekaligus memandu kita murid-murid-Nya.

Dengan kata dan tindakan yang diteladankan-Nya, Yesus menandaskan pentingnya “Spiritualitas Ingkar Diri”. Dalam gaya bahasa perumpamaan (bdk. Perumpamaan tentang dua orang anak, Mat 21:28-32) Dia mengingatkan orang-orang yang punya keyakinan diri di zona aman, merasa percaya diri tentang jaminan hidup selamat. Sementara mereka sesungguhnya bukan melaksanakan kehendak Bapa-Nya, tetapi mereka melekat pada kesalehan kultis, privilese status, kebanggaan primordialis, dan interese egosentris. Tanpa sadar “diri sendiri” menjadi pusat keseharian perilaku hidupnya dan mengabaikan kehendak Tuhan Allahnya.

Suara kenabian Yehezkiel (Yeh 18:25-28) sudah lebih awal mengungkapkan kritik yang sama tentang Israel yang merasa nyaman dengan privilesenya di mata Allah, lalu mengira secara otomatis menjadi “orang baik” dan selamat. Padahal mereka tidak berbuat baik, sebaliknya yang mereka lakukan adalah perbuatan yang jahat. Lalu mereka tega menilai bahwa Allah keliru menanggungkan kutuk dosa leluhur mereka kepada anak-cucunya, “Tetapi kamu berkata: Tindakan Tuhan tidak tepat! Dengarlah dulu, hai kaum Israel, apakah tindakan-Ku yang tidak tepat ataukah tindakanmu yang tidak tepat?” (Yeh 18:25).

Awasan seperti di atas ini mestinya tetap aktual untuk segala zaman. Ini tidak terutama sebagai ancaman, tetapi sebagai hikmah ilahi yang menuntun perilaku hidup kemuridan kita di jalan yang diretas Yesus. Kata-kata Yesus dikonkritkan-Nya dengan tindakan nyata. Ia yang adalah Allah turun serendah-rendahnya menjadi manusia, hamba Allah. Dengan itu, Ia memberi contoh bagaimana manusia dapat melepaskan diri dari wajah-wajah kelekatan pada kecenderungan “ingat diri” yang primordialistis dan konyol.

Yesus menawarkan jalan pertobatan untuk berubah menjadi murid-murid-Nya yang mampu dan rela “ingkar diri” demi idealisme kemuridan sejati di jalan Yesus. Teladan “kerendahan hati” Guru kita Yesus tidak ada tandingannya. Menjadi murid Yesus yang rendah hati, adalah pintu masuk kepada sikap tahu diri, bertobat, dan mencintai kesatuan erat dengan Sang Guru utama, Yesus Kristus. Karena rasul Paulus meyakini bahwa yang sanggup mengubah seseorang menjadi manusia baru, yang kaya dengan kasih kebaikan dari Tuhan Allahnya untuk diabdikan keluar dirinya, hanyalah Yesus Kristus (bdk. Fil 2:1-5).

Refleksi singkat tersebut meneguhkan keyakinan iman penulis, untuk memberanikan diri menyimpulkan, bahwa awasan Yeheskiel, Paulus, dan Yesus mestinya dipahami dan diyakini, tidak hanya inspiratif tetapi juga imperatif untuk menguji kesejatian kemuridan seseorang kepada Yesus Kristus. Tak patut membuang hikmah yang mahal ke mulut babi, karena di dalam “hikmah” selalu terkandung jaminan untuk seseorang bisa meyakini “nikmatnya” bisa hidup benar dan bermutu, serta boleh mengharapkan hidup yang selamat, baik di dunia ini maupun kelak bersama Guru dan Sahabat seperjalanan kita, Yesus Kristus yang sudah dimuliakan selamanya. Tuhan memberkati. Amin.

Mgr Vincentius Sensi Potokota

Published in Renungan
Page 4 of 4

Kegiatan Terbaru

...sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa (Yohan...

25 October 2023
...sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa (Yohanes 15:5)

Bagaimana menyelaraskan nilai-nilai iman sejati dengan kecanggihan art...

PERAN SABDA DALAM GEREJA MISIONER

19 October 2022
PERAN SABDA DALAM GEREJA MISIONER

Pada hari Sabtu, 15 Oktober 2022 yang lalu, Komunitas Verbum Domini (K...

BILBE ZOOM IV PUSPITA SUMUR YAKUB BERSAMA KARDINAL SUHARYO

18 October 2022
BILBE ZOOM IV PUSPITA SUMUR YAKUB BERSAMA KARDINAL SUHARYO

Bible Zoom-Youtube Live-Streaming diadakan lagi oleh Tim Pengurus Pusa...

BILBE ZOOM III PUSPITA SUMUR YAKUB BERSAMA MGR. DR. SILVESTE...

16 October 2022
BILBE ZOOM III PUSPITA SUMUR YAKUB BERSAMA MGR. DR. SILVESTER SAN

Tim Pengurus Pusat Spiritualitas (Puspita) Sumur Yakub SVD-SSpS Indone...

BILBE ZOOM II PUSPITA SUMUR YAKUB BERSAMA P. LUKAS JUA, SVD

14 October 2022
BILBE ZOOM II PUSPITA SUMUR YAKUB BERSAMA P. LUKAS JUA, SVD

Tim Pengurus Pusat Spiritualitas (Puspita) Sumur Yakub SVD-SSpS Indone...

Tentang Kami

Nama yang dipilih untuk sentrum ini adalah “Pusat Spiritualitas Sumur Yakub” yang mempunyai misi khusus yaitu untuk melayani, bukan hanya anggota tarekat-tarekat yang didirikan Santu Arnoldus Janssen saja tetapi untuk semua... selebihnya

Berita Terbaru

©2025 Sumur Yakub - Pusat Spiritualitas. All Rights Reserved.

Search