Sahabat-sahabat Tuhan ytk,
Salam jumpa lagi melalui pertemuan berhikmah berbasis biblis di Selasa II bulan Oktober 2020 ini. Hal sisi luar dan sisi dalam hati manusia yang disampaikan Santu Paulus dan Yesus melalui Sabda Tuhan hari ini menjadi titik perhatian refleksi kita ini. Alasannya karena pesannya cukup relevan dengan situasi kita termasuk realita covid-19 yang semakin mempertegas pentingnya kebiasaan mencuci tangan.
Kisah tentang celaan Yesus terhadap orang Farisi yang mengundang Dia makan dirumahnya menjadi suatu bahan refleksi bagi kita. Memang kalau ditinjau dari segi efek profesi dan tugas, kita bisa memahami mengapa orang Farisi itu bersikap demikian. Sebagai pengamat hukum Taurat, orang Farisi itu sudah terbiasa menjalankan tugasnya mengamati pelaksanaan hukum Taurat di kalangan orang Israel. Profesi dan tugasnya itu membentuk pola pikir dan pola: jika demikian maka menurut hukum Taurat…, jika begitu maka menurut Taurat….,dst. Maka tak mengherankan dia pun mengamati sikap Yesus yang tidak mencuci tangan sebelum makan karena bagi dia yang terpenting dan yang menjadi segala-galanya adalah hukum formal dilaskanakan atau tidak.
Namun justru di situ terletak alasan mengapa Yesus mencela dia. Karena Si Farisi itu terlalu memperhatikan sisi luar pelaksanaan hukum formal dan mengabaikan hal yang lebih penting yakni sisi dalam: ketulusan hati dan cinta persaudaraan dan rasa kekeluargaan dalam hidup bersama. Yesus mau menegaskan kepada si Farisi itu bahwa yang terpenting itu sisi dalam yakni hati yang iklas penuh cinta perhatian kepada Tuhn dan sesama. Tanpa hal itu, tangan boleh dicuci bersih tetapi hatinya masih kotor dengan segala kepentingan diri, sikap suka menyalahkan sesama, tak punya cinta perhatian terhadap kasih persaudaraan dan kekeluargaan dalam hidup bersama sesama.
Sebaliknya hati yang tulus berlandaskan iman yang benar kepada Tuhan akan menggerakkan dia mengarahkan kebersamaan hidup ke titik fokus yang seyogiannya yakni kesejahteraan hidup bersama. Hal ini bisa temukan dalam diri Paulus. Dia yang dulu sangat menekankan sisi luar pelaksanaan hukum formal Taurat, sadar bahwa ternyata yang terpenting itu sisi dalam yakni hati yang tulus berlandakan iman dan cinta kepada Tuhan dan sesama. Tak mengherankan bila dia berjuang seperti Yesus untuk menyadarkan orang-orang Galatia yang terlalu menekankan pelaksanaan hukum formal (sunat), namun mengabaikan pelaksanaan hal-hal yang lebih luhur yakni ajaran kebenaran dan cinta kasih yang diajarkan Kristus.
Maka terinspirasi oleh sapaan Sabda Tuhan ini, mari kita renungkan dua hal berikut:
- Sikap Farisi mempersalahkan Yesus yang tidak cuci tangan sebelum makan punya hubungan erat dengan profesi dan tugasnya sebagai pengamat hukum Taurat. Maka kisah mengajak kita merenungkan: apa pola berpikir dan pola bersikap, baik positif maupun negatif dalam diri saya, yang muncul sebagai efek dari profesi dan tugas saya.
- Covid-19 semakin mempertegas pentingnya budaya mencuci tangan sehingga turut menghindarkan kita dari penyebaran virus berbahaya ini. Namun: apakah kita juga sering mencuci hati kita dari serangan virus-virus hati seperti: ketakutan, kecemasan yang berlebihan, lebih memperhatikan sisi medis dan melupakan sisi iman dalam hati, sikap acuh tak acuh terhadap hal-hal luhur yang berguna bagi kebersamaan hidup kita dengan sesama dan Tuhan.
Mari kita merenungkannya. Tuhan memberkati kita.
Oleh: P John Masneno, SVD (Pengurus Pusat Spiritualitas Sumur Yakub)