Renungan

Sunday, 28 March 2021 18:03

PESAN PERAYAAN MINGGU PALMA BAGI KITA

Written by P. Yoseph Keladu, SVD

Minggu Palma merupakan hari pertama pekan suci, satu pekan dalam setahun di mana kita berhenti sejenak, mengingat dan menghidupkan kembali peristiwa-peristiwa agung yang mendatangkan penebusan dan keselamatan. Inilah pekan di mana kita diharapkan tidak hanya mengingat kembali wafat dan kebangkitan Kristus, tetapi juga merenungkan kematian dan kebangkitan kita masing-masing dalam Kristus, yang mengampuni segala dosa kita, menyembuhkan segala luka batin kita dan mentransformasi hidup kita untuk menjadi lebih sempurna seperti diriNya sendiri.

Pada hari pertama pekan suci, hari Minggu Palma ini kita dihadapkan dengan dua momen kontras, dua situasi yang bertentangan satu sama lain. Ada momen kemuliaan atau sukacita dan ada momen penderitaan. Ada momen penyambutan penuh antuasisme terhadap Yesus yang memasuki kota Yerusalem dan drama pengadilan yang berakhir dalam penyaliban dan kematian.

Momen pertama digambarkan dalam peristiwa penyambutan dan penerimaan Yesus secara meriah ketika memasuki kota suci Yerusalem. Yesus diterima dengan sukacita oleh para pengagumnya, diarak sejauh kurang lebih dua mil dari bukit zaitun ke kota Yerusalem. Yesus membiarkan prosesi atau perarakan itu terjadi karena dua alasan berikut: pertama, untuk mengungkapkan kepada masyarakat umum bahwa Dia adalah mesias yang dijanjikan; dan kedua, untuk menggenapi nubuat nabi Zefanya: “Bersorak gembiralah hai putri Yeerusalem…Raja Israel, Tuhan Allahmu ada di tengah-tengah kamu….” Dan juga menggenapi nubuat nabi Zakaria: “Katakanlah kepada putri Zion, lihatlah, rajamu datang kepadamu, lemah lembut dan menunggangi seekor keledai.

 

Yesus memasuki Yerusalem dan orang banyak mengeluk-elukan diriNya sebagai Raja: “Diberkatilah Dia yang datang sebagai Raja dalam nama Tuhan, damai sejahtera di surga dan kemuliaan di tempat yang mahatinggi”.

Ketika Dia mendengar sorak-sorai yang mengelukan Dia sebagai Raja, Yesus tidak menyangkal hal itu sehingga Dia tidak menyuruh mereka diam atau berhenti bersorak. Yesus tahu bahwa DiriNya adalah raja, tetapi Raja seperti apakah Yesus itu? Dialah raja yang menunggang seekor keledai; raja yang tidak mempunyai bala tentara perang atau kendaraan berlapis baja sebagai symbol kekuasaan; raja yang tampil apa adanya dan diterima secara antusias dan spontan oleh orang-orang sederhana. Bayangkan saja suasana itu persis sama dengan orang-orang Maumere yang secara spontan keluar dari rumah mereka masing-masing dan membentuk kerumunan sepanjang kota Maumere hanya demi melihat presiden Jokowi lewat. Yesus tidak memasuki Kota Suci Yerusalem untuk menerima penghargaan yang diperuntukan bagi raja-raja atau bagi penguasa duniawi. Ia masuk untuk dicambuki, dihina dan dilecehkan, sebagaimana yang dinubuatkan nabi Yesaya.

Ia masuk untuk menerima mahkota duri, balok titian, jubah ungu: kerajaanNya menjadi obyek cemoohan. Ia masuk untuk mendaki Kalvari, membawa beban saliNya. Dan di sinilah martabat rajawiNya bercahaya dalam cara yang aneh: tahta kerajaanNya adalah kayu Salib. Yesus adalah raja tetapi bukan seperti raja duniawi yang haus akan kekuasaan demi kekuasaan, yang angkuh dan sombong, yang pintar mengolah kata untuk mengelabui dan memperdaya orang lain. Tetapi sebaliknya, Yesus adalah Raja yang tergantung antara langit dan bumi, yang tergantung di kayu salib, raja yang mengorbankan diriNya sendiri demi keselamatan dan pembebasan bagi orang yang mengikuti Dia dengan sepenuh hati.

Dialah raja yang kata-kata dan tindakannya membangkitkan harapan besar, terutama dalam diri orang-orang sederhana, rendah hati, miskin dan terlupakan, mereka yang tidak berarti di mata dunia.

Dialah raja yang memahami penderitaan manusia dan mampu menunjukkan wajah rahmat Allah yang menyembuhkan dan membebaskan.

Momen penyambutan dengan sukacita dan gembira Yesus memasuki kota suci Yerusalem hendaknya mengingatkan kita bahwa Kristus adalah raja kita, Dia adalah raja hati kita dan bahwa Kristus adalah satu-satunya jawaban terakhir atas seluruh pencaharian kita di dunia ini. Marilah kita jadikan Kristus sebagai pusat hidup kita karena hanya dengan demikian kita akan menemukan kedamaian, sukacita dan kebahagiaan sejati dalam dunia yang kacau dan kompleks ini.

Sedangkan momen kedua terungkap dalam kisah sengsara yang barusan kita dengarkan tadi. Kisah ini penting untuk kehidupan kita masing-masing. Kematian Yesus di kayu salib merupakan kunci dalam rencana penebusan dan keselamatan manusia.

Penginjil Markus menampilkan Yesus sebagai mesias yang dinubuatkan dalam perjanjian lama dan sebagai juruselamat untuk semua orang. Drama pengadilan yang berakhir pada penyaliban dan kematian Yesus menantang kita semua untuk memeriksa kehidupan kita sendiri dalam terang beberapa karakter yang Nampak dalam kisah sengsara Yesus: Petrus yang menyangkal Yesus tiga kali; Yudas yang mengkhianati Yesus dengan menyerahkan Yesus dengan imbalan 30 keping perak; Pilatus yang bertindak melawan suara hatinya sendiri dengan mencuci tangan tanda ketidakrelaan dia untuk bertanggungjawab atas darah Yesus; Herodes yang mengolok-olok Yesus; dan para pemimpin atau penguasa yang berusaha mempertahankan posisi mereka dengan menyingkirkan Yesus. Di hadapan tokoh-tokoh ini bertanya diri: apakah kita lebih baik dari mereka?

 

Bukankah kita juga pernah menyangkal Yesus, mengolok-olok Yesus atau berusaha menyingkirkan Yesus dari kehidupan kita sendiri lewat kata-kata dan perbuatan kita? Saya kira, dalam salah satu cara kita juga seperti tokoh-tokoh di atas. Kita tidak lebih baik dari mereka dan karena itu, marilah kita menundukkan kepala dan mempersembahkan hati kita dengan penuh kasih dan penyesalan kepada Tuhan dan memohon belas kasihanNya.

Hari ini kita memulai pekan suci, sebuah pekan paling dramatis dalam hidup Yesus karena harus memikul salib ke puncak golgota. Dia melakukan semuanya ini karena kasihNya kepada kita. Karena itu, sebagai pengikuti-pengikut Kristus, kita pun harus menerima salib-salib dalam hidup kita karena kita tahu bahwa di dalam salib-salib tersebut ada sukacita dan kebahagiaan sejati.

Marilah kita membawa salib hidup kita melintasi batas-batas tempat dan waktu untuk memberitahukan kepada orang lain bahwa pada salib, Yesus merobohkan tembok permusuhan yang memisahkan orang-orang dan bangsa-bangsa dan Dia membawa rekonsiliasi dan perdamaian. Semoga!

Oleh P. Yoseph Keladu, SVD (berkarya di Seminar Tinggi St Paulus Ledalero MAUMERE Flores).

Last modified on Sunday, 28 March 2021 19:14

Kegiatan Terbaru

...sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa (Yohan...

25 October 2023
...sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa (Yohanes 15:5)

Bagaimana menyelaraskan nilai-nilai iman sejati dengan kecanggihan art...

PERAN SABDA DALAM GEREJA MISIONER

19 October 2022
PERAN SABDA DALAM GEREJA MISIONER

Pada hari Sabtu, 15 Oktober 2022 yang lalu, Komunitas Verbum Domini (K...

BILBE ZOOM IV PUSPITA SUMUR YAKUB BERSAMA KARDINAL SUHARYO

18 October 2022
BILBE ZOOM IV PUSPITA SUMUR YAKUB BERSAMA KARDINAL SUHARYO

Bible Zoom-Youtube Live-Streaming diadakan lagi oleh Tim Pengurus Pusa...

BILBE ZOOM III PUSPITA SUMUR YAKUB BERSAMA MGR. DR. SILVESTE...

16 October 2022
BILBE ZOOM III PUSPITA SUMUR YAKUB BERSAMA MGR. DR. SILVESTER SAN

Tim Pengurus Pusat Spiritualitas (Puspita) Sumur Yakub SVD-SSpS Indone...

BILBE ZOOM II PUSPITA SUMUR YAKUB BERSAMA P. LUKAS JUA, SVD

14 October 2022
BILBE ZOOM II PUSPITA SUMUR YAKUB BERSAMA P. LUKAS JUA, SVD

Tim Pengurus Pusat Spiritualitas (Puspita) Sumur Yakub SVD-SSpS Indone...

Tentang Kami

Nama yang dipilih untuk sentrum ini adalah “Pusat Spiritualitas Sumur Yakub” yang mempunyai misi khusus yaitu untuk melayani, bukan hanya anggota tarekat-tarekat yang didirikan Santu Arnoldus Janssen saja tetapi untuk semua... selebihnya

Berita Terbaru

©2025 Sumur Yakub - Pusat Spiritualitas. All Rights Reserved.

Search