Roma 10:9-18 dan Matius 4:18-22. (30 Nopember 2020)
Para pencinta Sabda Tuhan terkasih.
Salam kenal melalui renungan singkat ini. Saya yakin kita semua telah membaca dan merenungkan Sada Tuhan hari ini dan menemukan pesan-pesan inspiratif yang bermanfaat untuk seluruh hidup dan karya masing-masing sebagai pengikut Kristus. Saya mengajak kita untuk merenungkan satu pesan penting yang tersirat dalam peristiwa Yesus memanggil murid-murid yang pertama berikut ini.
Bagi saya, ada keanehan kecil ketika Yesus berkata kepada Simon yang disebut Petrus dan Andreas saudaranya :”Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan kujadikan penjala manusia” (Mat. 4:19), yaitu mereka segera meninggalkan jalanya, lalu mengikuti Yesus tanpa ada kata “bagaimana” di dalam benak mereka. Bagaimana dengan jala kami? Bagaimana dengan pekerjaan kami? Bagaimana dengan makan minum keluarga kami? Bagaimana dengan kesukaan kami? Bagaimana cara menjala manusia? dst-dst…
Di dalam hati dan pikiran mereka hanya ada satu saja kekuatan maha dasyat, yang mendorong mereka untuk “segera melakukan” ajakan Yesus dan tidak ada pertanyaan “bagaimana” yaitu meninggalkan jalanya lalu mengikuti Yesus. Dalam peristiwa ini tidak terjadi tawar menawar, dan tidak ada waktu untuk melakukan pertimbangan. Mengalami situasi yang demikian ini, sudah dapat dipastikan bahwa mereka telah mendengar banyak tentang Yesus. Yesus sudah sangat tenar oleh perkataan dan perbuatan-Nya yang ajaib. Sepertinya ada kerinduan mendalam sebagai orang-orang kecil yang tidak diperhitungkan dikalangan orang-orang Yahudi ketika itu, untuk ingin dekat kepada Yesus agar dapat mendengarkan sendiri atau menyaksikan dan mengalami dengan mata kepala sendiri apa yang diperbuat dan dikatakan Yesus. Mendengar banyak tentang Yesus dan kerinduan untuk dekat kepada Yesus inilah membuat mereka menjadi orang yang percaya seperti dikatakan rasul Paulus kepada jemaat di Roma :” Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran dari firman Kristus”(Roma 10:17).
Apa yang dikatakan rasul Paulus ini dapat kita mengerti bahwa ketika kita mendengarkan firman Tuhan, iman akan timbul di dalam roh kita. Dan kita menerima iman itu sebagai milik kita, dan memahami arti iman itu sebagaimana ditegaskan rasul Paulus: ”Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat” (Ibrani 11:1) Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita dengar saat ini, tetapi yang tidak bisa kita lihat pada saat yang sama. Iman adalah untuk hari ini, iman adalah untuk sekarang ketika kita mendengar firman-Nya.
Kembali pada peristiwa Yesus memanggil murid-murid yang pertama; disatu sisi, Yesus yang adalah putera Allah yang hidup, tau persis apa yang dibutuhkan Simon dan Andreas, termasuk Yakobus dan Yohanes. Yesus tau persis “kebengkokan” hati mereka sekaligus tau persis bahwa ada keindahan di dalam hati yang bengkok itu yaitu potensi-potensi diri mereka sebagai seorang nelayan tulen yang ulet, tekun tanpa menyerah, dan oleh sebab itu Yesus memberi mereka waktu dan ruang untuk bertumbuh dalam iman sebelum dipanggil dan diutus. Yesus tau bahwa iman mereka musti benar-benar bertumbuh dan mengakar di dalam hati terhadap apa yang mereka dengar tentang Dia, karena bagaimanapun, iman harus menjadi yang pertama dan utama. Mereka tidak boleh bimbang dan ragu sedikitpun dalam tugas perutusan sebagai penjala manusia, yaitu membawa manusia kepada persekutuan hidup dalam kelimpahan kasih-Nya.
Ketika Yesus masuk dan menempatkan diri-Nya di tempat mereka, sudah pasti suasana dalam hati mereka ketika itu, tiada lain selain mengalami sukacita besar karena dipanggil dan diajak oleh Yesus untuk mengikuti Dia dan menjadi penjala manusia. Dengan demikian kerinduan untuk lebih dekat dengan Yesus untuk menyaksikan sendiri dari dekat apa yang diperbuat dan dikatakan Yesus terpenuhi.
Sukacita besar yang semakin berkobar-kobar tersebut, lebih merupakan sebuah keputusan dari pada sebuah emosi semata. Sebuah sukacita yang memberanikan mereka untuk menentukan pilihan yang tepat yaitu melepaskan jala mereka dan mengikuti Yesus. Sebuah sukacita yang membuat mereka berani melepaskan diri dari zona nyamannya sebagai seorang penjala ikan. Oleh iman pulalah mereka menjadi utusan yang tidak bimbang dan ragu sedikitpun karena yakin teguh bahwa Dia pasti akan memberikan jaminan dan kepastian bagi tugas perutusan mereka.
Kita yang hidup dizaman digital, penuh dengan kenikmatan duniawi ini, yang juga adalah orang-orang terbaptis, telah menerima tri tugas suci yaitu sebagai imam, nabi dan raja. Oleh pembaptisan itu kita juga dipanggil dan diutus Tuhan ke tengah dunia zaman now untuk mewartakan kasih-Nya dan membawa sebanyak mungkin orang kepada sebuah persekutuan umat Allah yang kudus, tanpa ada pertanyaan “bagaimana”, karena imanlah yang menjadi kekuatan kita satu-satunya. Intinya kita harus berani untuk berubah. Berani berubah mengharuskan kita untuk berani mengganti prioritas dan berhenti melakukan perilaku lama yang sudah tidak pantas; berhenti mengukur diri dan sesama dengan cara lama yang tidak sesuai firman Tuhan. Berani berubah mengharuskan kita untuk menjatuhkan pilihan yaitu berani untuk melepaskan zona nyaman masing-masing.
Sangat wajar kalau masih ada pertanyaan dihati: Haruskah saya merelakan ini? Apakah ini hal yang baik, benar dan berguna untuk dilepaskan? Melepaskan zona nyaman, berarti melepaskan suatu nilai yang telah lama melekat pada diri masing-masing bahkan bertahun-tahun, dan itu jelas akan membuat kita mengalami disorientasi. Namun demikian keberanian untuk menentukan pilihan dalam terang sabda Allah sendiri akan membawa dampak yang sangat membahagiakan. Keputusan murid-murid perdana menunjukan bahwa pertumbuhan dan peningkatan kualitas hidup manusia muncul oleh sebuah kesadaran sederhana, bahwa secara pribadi, kita bertanggungjawab atas pengalaman hidup masing-masing (jasmani-rohani) tanpa peduli seperti apa situasi di luar diri kita atau seperti apa kata orang.
Berani melepaskan zona nyaman masing-masing juga menuntut kita agar tidak bimbang dan ragu menjalankan tugas sebagai utusan Tuhan ke tengah dunia digital dewasa ini. Menjadi utusan Tuhan tidak lain adalah menjadi duta-Nya ditengah dunia zaman now. Perlu kita sadari sungguh bahwa sebagai duta kita mewakili Sang Raja dan berbicara dengan otoritas takhta. Kita telah membawa ijin dari yang mengutus kita. Tugas perutusan kita adalah tugas yang sangat mulia. Oleh karena itu kita harus terus berjuang memantaskan diri kita melalui doa yang berkanjang dan terus menerus mendengarkan firman-Nya agar tidak keluar dari koridor dan tetap layak menjadi duta firman-Nya yang menyelamatkan itu.
Lebih dari itu, apapun yang kita minta kepada Sang Raja dengan penuh iman, tidak akan pernah ditolak-Nya karena kita adalah duta-duta pembawa pesan keselamatan dan pembebasan bagi dunia hunian kita. Iman kitalah yang menentukan bahwa apapun yang kita minta pasti kita dapat seperti yang dijanjikan-Nya ketika kita diutus , mintalah maka kamu akan diberi, carilah maka kamu akan mendapat dan ketuklah maka pintu akan dibukakan bagimu. Semoga.
Oleh Bpk. John Latuan (Paroki Thomas Morus Maumere, Flores)