Displaying items by tag: yesus kristus

Para Pengikut Yesus, Sang Sabda yang terkasih. Saya percaya sebagai pencinta Sabda Tuhan, saudara-saudari sudah membaca bacaan-bacaan suci yang menjadi fokus perhatian permenungan kita hari ini. Dan tentu saja pemaknaan atas pesan Sabda Tuhan itu bervariasi sesuai cara pandang dan situasi hidup kita. Saya mengajak kita sekalian untuk merenungkan satu pesan penting berkaitan dengan perumpamaan Yesus tentang Kebun Anggur dan Para Penggarapnya (Mrk 12: 1-12). 

Perumpamaan Yesus ini secara gamblang mengacu pada umat Israel sebagai kebun anggur Allah dan para pemimpin mereka sebagai penggarap. Atau dalam konteks sekarang, perumpamaan ini mengacu pada kita sebagai umat Allah yang percaya pada Kristus dan para pemimpin-pelayan Gereja sebagai penggarap-penggarap Kebun Anggur Tuhan. Dan merenungkan lebih dalam hidup kita dalam konteks kepemimpinan maka kita akan menemukan di sana bahwa setiap kita adalah pemimpin (penggarap kebun anggur Tuhan) paling kurang dalam memimpin diri, keluarga dan orang-orang yang dipercayakan kepada kita. Maka melalui perumpamaan ini, Yesus sebenarnya mau mengajak kita sekalian untuk merenungkan kiprah perjuangan kita hingga saat ini: bagaimana upaya kita melaksanakan tugas menggarap kebun anggur yang Tuhan percayakan kepada setiap kita.

Merenungkan pesan Injil ini muncul suatu pertanyaan yang perlu kita renungkan bersama khususnya saya dan rekan-rekan yang dipercayakan Tuhan menjadi penggarap Kebun AnggurNya: sudahkah kita (para penggarap) dalam kebun anggur Kristus bekerja sesuai dengan harapan Kristus sebagai pemilik jemaat….? Kita tidak dituntut menjawab secara verbal atas pertanyaan tersebut namun baik juga perlu direnungkan jawabannya sesuai kenyataan hidup kita sejauh ini. Apapun jawabannya, kesadaran sebagai makluk tak sempurna, yang masih berjuang dengan segala kelebihan dan kekurangan dalam upaya melaksanakan mandat Tuhan itu, akan menghantar kita menyadari dan mengakui pula bahwa setiap masih berjuang dengan segala ketidaksempurnaan kita mewujudkan cita-cita kerajaan Cinta Kasih dalam kebersamaan kita.  

Dalam upaya tersebut baiklah kita bercermin pada nasihat saleh Simon Petrus, hamba dan rasul ulung Yesus Kristus, yang mendapat mandat dan tugas pertama menggarap kebun anggur Kristus. Dia memberikan teladan dan ajaran yang sangat luar biasa dan masih sangat relevan untuk kita dewasa ini sebagaimana ditulisnya dalam Suratnya yang kedua bab 1 ayat 1-7:

Pertama, Santu Petrus memberi teladan saleh dengan mendoakan kita semua agar kita senantiasa dilimpahi kasih kemurahan Tuhan: "Kasih karunia dan damai sejahtera melimpahi kamu..."

Kedua, Paus pertama Gereja ini mengingatkan jemaat dan kita semua untuk percaya teguh bahwa; Kekuasaan Kristus yang ilahi telah menganugerahkan kepada kita segala sesuatu yang berguna untuk hidup yang saleh... dan Ia telah menganugerahkan kepada kita janji-janji yang berharga dan sangat besar. Maka kita mesti mempercayakan diri pada bimbinganNya.

Ketiga, dia mengajak kita harus sungguh-sungguh berusaha untuk: menambah iman kita dengan kebajikan, lalu menambah kebajikan kita dengan pengetahuan, dan selanjutnya menambahkan: pengetahuan dengan penguasaan diri, penguasaan diri dengan ketekunan, ketekunan dengan kesalehan, kesalehan dengan kasih kepada saudara-saudara, dan akhirnya menambahkan kasih kepada saudara-saudara dengan kasih kepada semua orang.

Di akhir nasehat salehnya itu Petrus menggarisbawahi alasan di balik kiat-kiat rohani itu yakni agar hidup kita yang sudah diselamatkan oleh Kristus menjadi efektif dan berbuah limpah, baik bersama Tuhan sebagai pokok anggur kita maupun dengan sesama kita yang hidup dari kasih kemurahan Tuhan, Sang Pokok Anggur kita semua. Mari kita semua berjuang mewujudkan nasihat-nasihat saleh di atas dalam kehidupan konkret kita agar kebun Anggur Tuhan makin melimpah buah dalam kebersamaan kita.

Doa :
Kristus Tuhan kami, kami adalah milik-Mu. Mampukan kami semua untuk semakin bertumbuh dan berbuah sesuai dengan harapan dan rencana-Mu.
Amin...

Oleh P. Pius Bosran Situmorang, SVD
(Misionaris SVD berkarya di Paroki St. Yosef Freinademetz Bolawolon- Keuskupan Maumere)

Published in Renungan
Wednesday, 18 April 2018 12:49

Yesus, Roti Hidup Sejati

Ajaran Yesus mengenai diriNya sebagai Roti Hidup adalah suatu peryataan yang sulit-sulit gampang dipahami tapi juga bisa gampang-gampang sulit khususnya bagi orang yang hidupnya sudah dikuasai oleh ketergantungan pada hal-hal material-jasmaniah. Bagi mereka yang belum pernah atau masih berjuang menemukan kebenarannya dalam kehidupan mereka sendiri akan sedikit bahkan sulit memahami ajaran Sang Guru itu. Namun bagi mereka yang sudah mengalami kebenarannya akan dengan mudah memahami ungkapan Yesus tersebut.

Terlepas dari sudah atau belum mengalami, Yesus mau meneguhkan kita bahwa DiriNya adalah Roti Hidup sebenarnya mau menunjukkan satu kebenaran hakiki kepada kita bahwa Dialah penjamin Hidup sesungguhnya yang sanggup memberikan kekuatan jasmani dan terlebih rohani berupa kedamaian, kelegaraan, sukacita dan bahagia. Sebab itu untuk bisa bertahan dalam hidup di dunia sementara dan bisa mendapatkan hidup kekal di dunia akhirat nanti, kita perlu menguatkan diri kita bukan hanya dengan makanan jasmani tetapi juga dengan makanan rohani. Keduanya dibutuhkan oleh diri kita yang terdiri dari jiwa dan raga kita. Makan makanan jasmani untuk menguatkan raga kita dan makanan rohani menguatkan kita jiwa kita sehingga kita tumbuh sebagai pribadi yang seimbang dan harmonis.

Dan kenyataan hidup manusia membenarkan hal ini yakni bahwa manusia hidup sehat tidak dari makanan jasmani saja. Dia bisa mengkonsumsi makanan sehat dan bergizi tapi apalah artinya kalau pada saat yang sama pikiran dan hatinya banyak ‘menyatap’ hal-hal negatif seperti kemarahan, iri hati, cemburu, lobah harta, gila kuasa dll yang membuat dia tidak nyaman dan damai. Sebaliknya orang bisa saja makanan jasmani yang sederhana tapi sehat sejahtera karena hati dan pikiran selalu diliputi oleh rasa damai dengan diri dan orang lain, suka cita serta ketenangan hidup.

Contoh-contoh konkret ini meyakinkan kita mengakui bahwa untuk hidup sehat tidak hanya bertumpu pada hal-hal jasmaniah tapi soal situasi pikiran dan hati bathin juga turut bahkan sangat menentukan kebahagiaan hidup. Malah perjalanan ziarah bathin seiring usia akan menyadarkan dan meyakinkan kita bahwa justru hal rohani lebih dibutuhkan dalam ziarah iman kita bersama Tuhan. Kita pun makin dicerahi untuk memahami juga ajaran Yesus bahwa kita hidup bukan hanya dari hal-hal jasmani saja tapi hal-hal rohani juga (Matius 4:4). Pengalaman inilah yang meneguhkan Sostenes, filsuf brilliant itu sehingga mengatakan bahwa manusia dibentuk oleh apa yang ia doakan. Atau dalam terang kata-kata St Paulus dalam Roma 14:17 dikatakan di sana:  Kerajaan Allah bukan soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita dalam Roh. Karena itu sangat tepat anjuran Yesus dalam Matius 6:33 agar kita perlu mencari dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya dan hal-hal akan ditambahkan kepada kita. Penemuan kebenaran tersebut akan membuat kita seperti Filipus terdorong untuk mewartakan kebenaran, damai sejahatera dan suka cita karena di saat kita mengupayakan hal-hal tersebut bagi orang lain, di saat yang sama kita dapatkan untuk hidup kita.

Semoga kita makin dicerahi dan diyakinkan bahwa untuk bahagia dalam hidup tidak saja dijamin oleh hal material jasmaniah tapi terlebih oleh hal-hal rohaniah. Semoga Ekaristi Kudus menjadi saat emas kita mendapatkan kekuatan Roti Hidup dari Sabda dan Tubuh-Daah Tuhan. Kiranya dengan pengalaman penemuan akan kebenaran ini makin meneguhkan kita untuk menjadi Filipus-Filipus yang dengan suka rela dan penuh keberanian mewartakan Kerajaan Allah sehingga semakin banyak orang yang menemukan Yesus sebagai Roti Hidup penjamin hidup sejati dan  turut mengalami kasih dan kekuatan Tuhan, Sang Roti Hidup.

Tuhan memberkati kita sekalian

Oleh. Romo Aldus Muspida, SVD
Misionaris SVD yang pernah berkarya di Botswana-Afrika dan sekarang mengabdi di Nias- Keuskupan Sibolga, Sumatra

Published in Renungan
Sunday, 08 April 2018 13:33

Orang Asing di Tanah Kelahiran

PADA 19 April-14 Mei 1998 berlangsung Sinode Para Uskup Khusus untuk Asia di Roma. Hari pertama, seusai doa dan renungan pagi, Sri Paus waktu itu, Yohanes Paulus II, berdiri dan berkata dengan lantang kepada peserta Sinode: “Jangan lupa, Yesus itu orang Asia!”

Hari-hari berikutnya beredarlah di kalangan para Uskup peserta Sinode anekdot berikut: Ya, benar, Yesus itu orang Asia. Ia lahir di Asia. Orangtuanya asal Asia. Ia mewarisi budaya Asia. Tetapi kemudian Dia merantau ke Barat. Dan setelah besar di Barat, Ia pulang kampung. Namun, orang-orang sekampung-Nya tak lagi mengenal Dia. Ia dianggap orang asing!

Saudari-saudara, anekdot itu menggambarkan situasi kekristenan sampai saat ini di Asia, tempat kelahiran kekristenan itu sendiri. Kecuali di Filipina dan Timor Leste, di negara Asia lainnya pengikut Kristus merupakan minoritas mutlak; bahkan di sejumlah negara, kekristenan hampir tidak dikenal; dan di sejumlah negara lainnya, termasuk Indonesia, kekristenan sering dicap sebagai agama penjajah.

Ini situasi yang ironis dan sangat memprihatinkan. Padahal Kristus, sebelum naik ke surga, memerintahkan para murid-Nya pergi ke seluruh dunia untuk mewartakan Injil, dan menjadikan semua bangsa murid-Nya.

Apa yang secara konkret dewasa ini harus dibuat agar Yesus Kristus dikenal dan diterima kembali di kampung halamannya? Sejak 1970-an para Uskup yang tergabung dalam Federasi Uskup-uskup Asia (Federation of Asian Bishops Conferences/FABC) mencanangkan upaya tri-dialog: dialog dengan budaya-budaya Asia, dialog dengan agama-agama di Asia, dan dialog dengan penduduk Asia, khususnya kaum miskin.

Pertama, dialog dengan budaya-budaya Asia, harus bermuara pada berakarnya Gereja pada budaya, setempat melalui proses inkulturasi. Diharapkan pada akhirnya terbentuklah komunitas Kristiani khas setempat, tak hanya dalam pengungkapan lahiriah (misal bentuk-bentuk liturgi atau ibadat), melainkan juga dalam refleksi iman (teologi) serta sikap dasar dan praksis iman (spiritualitas).

Dalam bidang liturgi banyak usaha diupayakan di pelbagai tempat di Asia dan membuahkan hasil yang menggembirakan. Dalam bidang teologi disebut Koloquium Teologi tingkat Asia, yang diselenggarakan OTC-FABC (semacam Komisi Teologi FABC) di Sampran, Thailand, 11-15 Mei 2004. Tema Koloquium Teologi itu ialah “Asian Faces of Christ”, ‘Wajah-wajah Asia dari Kristus’. Titik-tolak yang diambil ialah pertanyaan Yesus dalam Injil hari ini: “Menurut kamu (orang Asia), siapakah Aku ini?” Kita berharap, refleksi teologis inkulturatif ini terus-menerus dikembangkan. Apabila upaya inkulturatif di bidang pengungkapan eksternal dan refleksi teologis berjalan dengan baik, pada akhirnya lahirlah spiritualitas Kristiani khas setempat.

Kedua, dialog dengan agama-agama non-Kristiani di Asia. Hal ini akan membuat para pihak yang terlibat dalam dialog semakin saling mengenal dan memahami satu sama lain; selanjutnya semakin bertumbuh semangat saling menghargai, dan bahkan saling memperkaya.

Ketiga, dialog dengan saudari-saudara kita, sesama orang Asia, khususnya mereka yang miskin. Di sini kita harus selalu ingat pesan Paus Fransiskus; orang Katolik harus keluar dari zona aman mereka, dan melibatkan diri bersama dengan saudari-saudaranya dari golongan lain, dalam pergulatan membangun sebuah dunia yang lebih baik, lebih damai, lebih bersaudara.

Sampai pada titik ini barangkali dengan gemas kita bertanya, apa hubungan antara tugas mewartakan Kristus dengan gerakan tri-dialog ini? Dalam bahasa Latin ada pepatah, Magis exemplo quam verbo, versi Inggrisnya berbunyi: “Actions speak louder than words”, ‘tindakan berbicara lebih nyaring daripada kata-kata’. Dewasa ini, pewartaan lewat kesaksian hidup dapat lebih ampuh daripada lewat kata-kata. Tentu saja itu tak berarti pewartaan lewat kata-kata tidak dibutuhkan lagi.

Kecuali itu, tak pernah boleh melupakan bahwa kita hanyalah alat dalam tangan Tuhan. Adalah Kristus sendiri yang terus berkarya lewat Roh-Nya dengan menggunakan kita sebagai alat-Nya. Kita berdoa semoga semakin banyak orang Asia yang mengenal Yesus dan akhirnya sampai pada keyakinan seperti Simon Petrus, orang Asia pertama yang mengakui: “Engkau adalah Mesias, Putra Allah yang hidup!”

Mgr Johannes Liku Ada

Published in Renungan

Kegiatan Terbaru

...sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa (Yohan...

25 October 2023
...sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa (Yohanes 15:5)

Bagaimana menyelaraskan nilai-nilai iman sejati dengan kecanggihan art...

PERAN SABDA DALAM GEREJA MISIONER

19 October 2022
PERAN SABDA DALAM GEREJA MISIONER

Pada hari Sabtu, 15 Oktober 2022 yang lalu, Komunitas Verbum Domini (K...

BILBE ZOOM IV PUSPITA SUMUR YAKUB BERSAMA KARDINAL SUHARYO

18 October 2022
BILBE ZOOM IV PUSPITA SUMUR YAKUB BERSAMA KARDINAL SUHARYO

Bible Zoom-Youtube Live-Streaming diadakan lagi oleh Tim Pengurus Pusa...

BILBE ZOOM III PUSPITA SUMUR YAKUB BERSAMA MGR. DR. SILVESTE...

16 October 2022
BILBE ZOOM III PUSPITA SUMUR YAKUB BERSAMA MGR. DR. SILVESTER SAN

Tim Pengurus Pusat Spiritualitas (Puspita) Sumur Yakub SVD-SSpS Indone...

BILBE ZOOM II PUSPITA SUMUR YAKUB BERSAMA P. LUKAS JUA, SVD

14 October 2022
BILBE ZOOM II PUSPITA SUMUR YAKUB BERSAMA P. LUKAS JUA, SVD

Tim Pengurus Pusat Spiritualitas (Puspita) Sumur Yakub SVD-SSpS Indone...

Tentang Kami

Nama yang dipilih untuk sentrum ini adalah “Pusat Spiritualitas Sumur Yakub” yang mempunyai misi khusus yaitu untuk melayani, bukan hanya anggota tarekat-tarekat yang didirikan Santu Arnoldus Janssen saja tetapi untuk semua... selebihnya

Berita Terbaru

©2025 Sumur Yakub - Pusat Spiritualitas. All Rights Reserved.

Search